Jumat, 22 Juli 2016

Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat Desa Penglipuran


Hallo ! Selamat datang di blog kami , blog ini untuk memenuhi tugas sekolah yaitu membuat laporan study wisata di Bali pada tangal 13-17 April 2016
 Bali, iya Bali siapa yang tidak tau Bali , Bali adalah objek wisata yang sangat terkenal di kalangan wisatawan baik lokal maupun manca negara. Namun demikian, banyak wisatawan yang hanya mengenal objek wisata bali secara monoton yakni pantai dan wisata alam lainnya. Pada dasarnya bali tidak hanya menyuguhkan objek wisata berupa pantai atau wisata alam itu saja, namun juga wisata kebudayaan dan adat bali yang sangat kental dan patut di kunjungi. Mari di kunjungi salah satu desa yang akhir-akhir ini menjadi trending topic di berbagai sosmed, check it out.
Desa Penglipuran, Desa adat bali yang sangat kental dengan kerukunan dan kebersamaan mereka. Desa ini terletak pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km dari pusat kota Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar. Desa ini berudara sejuk karena terletak 700 m di atas permukaan laut. Luas Desa Adat Penglipuran mencapai 112 hektare, terdiri atas 37 hektare hutan bambu yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kerajinan tangan dengan sistem tebang pilih, ladang seluas 49 hektare, dan untuk perumahan penduduk seluas 12 hektare dengan batas wilayah desa adat Kubu di sebelah timur, di sebelah selatan desa adat Gunaksa, dan di sebelah barat Tukad, sedangkan di sebelah utara desa adat Kayang.  Jumlah penduduknya 743 orang, kebanyakan dari mereka hidup sebagai petani dan hanya sebagian kecil sebagai pegawai negeri. Tari-tarian dan cenderamata berkembang dengan baik di desa terpencil ini.
Menurut masyarakat sekitar, kata penglipuran diambil dari kata Pengeling Pura yang memiliki makna tempat suci yang ditujukan untuk mengenang para leluhur. Membahas tentang leluhur, ternyata masyarakat yang tinggal di desa ini sangat menjun-jung tinggi amanat dari para leluhur mereka. Terbukti dari terbentuknya desa penglipuran yang sangat mengutamakan kerukunan ini. Ciri khas yang sangat menonjol dari desa ini adalah arsitektur bangunan tradisional di desa ini rata-rata memiliki arsitektur yang sama persis dari ujung desa ke ujung lainnya.
Pertama wisatawam memasuki daerah , wisatawan akan disuguhkan dengan suasana amat sejuk dan segar. Di sekitar pintu gerbang masuk desa terdapat area yang dinamakan catus pata yang merupakan area yang terdiri dari Balai Wantilan, Balai Banjar adat, dan ruang pertamanan terbuka. Di sana terdapat daerah parkir dan fasilitas KM/WC bagi pengunjung. Untuk tiket masuk dihargai bagi Wisatawan domestik yakni Rp 10.000 (Anak-anak) dan Rp 15.000 (Dewasa), untuk wisatawan luar negeri dihargai Rp 25.000 (Anak-anak) dan Rp 30.000(Dewasa). Area berikutnya adalah areal tatanan pola desa yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara liniar membujur ke arah utara dan selatan. Rumah-rumah itu dibelah oleh sebuah jalan utama desa yang ditutup oleh bebatuan dan ditamani rerumputan di kiri kanannya. Area pemukiman serta jalan utama desanya merupakan kawasan bebas kendaraan terutama roda empat. Pada sepanjang jalan setapak itu terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir semua bangunan terbuat dari batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah penduduk itu sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu. Keheningan menyergap ketika menelusuri jalan setapak dari bebatuan yang bercampur dengan kerikil.  Penataan fisik dari struktur desa tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun-temurun.

            Desa ini memiliki potensi budaya yang hingga saat ini masih dilestarikan dalam bentuk rumah tradisional yang membedakan desa ini dari desa-desa yang lainnya. Perlu diketahui, Desa Penglipuran adalah salah satu desa tradisional atau desa tua di Bali atau sering disebut Bali Aga atau Bali Mula. Tradisi begitu kukuh dipegang oleh masyarakatnya, terutama yang berkaitan dengan penataan pekarangan rumah. Di tengah gempuran arus modernisasi, keteguhan masyarakat Pengelipuran tampak dari rapinya penataan kawasan hunian masyarakat setempat.
            Ada beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan ciri khas dari desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran memiliki potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan. Keunikan tersebut adalah dari bentuk bangunan yang seragam, masyarakat yang anti poligami, sistem adat, tata ruang desa,bentuk bangunan dan topografi, upacara kematian (ngaben), stratifikasi social, mata pencaharian. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara desa Penglipuran dengan desa-desa yang lainnya.
ANTINYA POLIGAMI
Selain keseragaman bentuk bangunan, desa yang terletak pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut ini juga memiliki sejumlah aturan adat dan tradisi unik lainnya. Salah satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni hanya memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan (awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahan) awig-awig itu disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Jika ada lelaki Penglipuran beristri yang coba-coba merasa bisa berlaku adil dan menikahi wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang diberi nama Karang Memadu. Karang artinya tempat danmemadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu merupakan sebidang lahan kosong di ujung Selatan desa.
Penduduk desa akan membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai tempat tinggal bersama istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa. Artinya, suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan dilegitimasi oleh desa, upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Implikasinya, karena pernikahan itu dianggap tidak sah maka orang tersebut juga dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan (tanggung jawab) desa adat. Mereka hanya diperbolehkan sembanyang di tempat mereka sendiri.
SISTEM ADAT
            Di desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat.Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah panglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah. Undang-undang atau aturan yang ada di desa panglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awigtersebut merupakan implementasi dari landasan operasionalmasyarakat panglipuran yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Parhyangan adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci, tempat suci dan lain-lain.
2. Pawongan adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat panglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.
3. Palemahan  adalah hubungan manusia dan ligkungan, masyarakat Desa Penglipuran diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa panglipuran terlihat begitu asri. Dan memang pada umumnya masyarakat di Bali sangat cinta terhadap alam, mereka menganggap manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan, sehingga manusia bertugas menjaga alam semesta ini. Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Nilai estetika yang ditimbulkan dari hubungan dari hubungan yang selaras dan serasi sudah menyatu dalam proses alami yang terjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, visualisasi estetika pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata lingkungannya.
TATA RUANG DESA PANGLIPURAN
Tata ruang desa panglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut :
1.    Utara Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai utama mandala, yang bisa diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hayng Widhi yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
2.    Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan utama desa. Barisan itu berjejer menghadap ke arah Barat dan Timur. Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah Utara atau Timur adalah pura keluarga yang telah diaben, sedangkan madya mandala adalah rumah keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata ruangnya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagiannista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempatpenyimpanan kayu.
3.    Nista Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan dari masyarakat panglipuran
MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian para penduduk Desa Panglipuran adalah sebagai petani. Dimana, sawah menjadi tumpuan harapan mereka di samping kerajinan tangan yang mereka jual kepada para wisatawan yang berkunjung ke desa mereka. Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya sehingga memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi.
Ini adalah tanaman cemcem, daun dari tanaman ini diolah menjadi minuman khas Desa Penglipuran yakni minuman loloh cemcem (semacam jamu) yang menyegarkan dan tidak pahit. Harganya Rp 5000
                       

Dan ini adalah beberapa hasil kerajinan tangan mereka



STRATIFIKASI SOSIAL
            Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta, yaitu Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja, ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.Pada saat ini, ketua adat yang masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan lima tahun sekali.

KORBAN SUCI
Masyarakat adat Desa Penglipuran juga memiliki tradisi unik saat ada yang meninggal. Saat penguburan orang meninggal, warga selalu menyembelih 1 ekor sapi sebagai korban suci. Perbedaan antara jenazah laki-laki dan perempuan yaitu jenazah laki-laki diletakkan tengkurap dan jenazah wanita diletakkan tengadah.
Potensi hutan bambu di sini memiliki fungsi ekologis yaitu mampu menahan tanah dari longsor. Secara ekonomis, bambu berfungsi dalam pembuatan atap sirat bambu. Selain itu umat Hindu dari lahir sampai mati pun tetap memerlukan bambu.
Adapun aturan adat yang disepakati berupa larangan tidak boleh menaruh jemuran di depan rumah serta tidak boleh keluar rumah pukul 9 malam hingga 5 pagi. Cermin persatuan kesatuan warga tercermin dari kondisi setiap rumah saling berdampingan dan ada jalan di samping rumah menuju rumah sebelah.

Inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran begitu unik di tengah-tengah kondisi masyarakat modern perkotaan. Mereka tidak pernah khawatir tetangga sebelah bila ada kasus pencurian walaupun di setiap rumah terdapat pintu di sebelahnya. Penglipuran memang menyimpan banyak hal berbeda dengan kondisi masyarakat saat ini.
Begitulah beberapa kehidupan dan kebudayaan di desa Penglipuran
Diakses dari (pada tanggal 19 Juli 2016 09:00 WIB):


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA